9.20.2008

Seharusnya Label Halal atau Label Haram?

Hari ini aku taklim di masjid Ar-Rahmat belakang gedung Samudra Slipi Jakarta Barat seperti biasanya setiap Sabtu jam 9 sampai 11 kadang ampe dhuhur. Hari ini ustad Muhtarom menyampaikan hadis ahad yang satu-satunya hadis dibawakan oleh satu orang sahabat saja, Umar bin Khattab yaitu tentang niat dan ternyata 70 bab ilmu fiqih termasuk dalam hadis ini, hadis ini adalah 1/3 ilmu Subhanallah.. inilah bukti bahwa hadis ahad bisa dipakai dan betapa salahnya shiah yang tidak mau mengakui hadis ahad.

Ok, itu intermezo aja, aku gak mau membahas masalah itu, tapi ada satu point di kajian itu yang mau kutulis di sini. Ada satu pertanyaan apakah kita boleh mengkonsumsi sesuatu yang tidak berlebel halal di supermarket atau toko?. Trus ustadz Muhtarom menjawab bahwa dalam islam itu ada 2 kaidah yaitu Ibadah dan Muamalah yang satu sama lain saling berkebalikan hukumnya. HUKUM ASAL SETIAP IBADAH ADALAH HARAM KECUALI ADA DALIL YANG MENYURUH jadi kita ni gak boleh beribadah karena semua ibadah haram, puasa haram, shalat haram, haji haram, pokoknya SEMUA BENTUK IBADAH ADALAH HARAM KECUALI ADA DALIL YANG MEMBOLEHKAN. Allah menyuruh kita shalat, trus di jelaskan juga di hadist tentang tata cara shalat, soo kita boleh shalat dan Allah bilang hukumnya wajib maka kita HARUS shalat, trus Allah menyuruh kita puasa.. makannya kita puasa.. ada dalil tentang kewajiban berhaji bagi yang mampu maka laksanakanlah haji.. jadi semua yang menyangkut ibadah itu kita baru laksanakan kalau ada dalilnya. Makannya kita gak boleh sembarangan melakukan ibadah asal ibadah sebelum kita tau Allah dan Rasul-Nya menyuruh hal itu apa engga, ada dalilnya apa engga. Ok, itu ibadah. naaahh kalo menyangkut muamalah itu kebalikannya HUKUM ASAL SETIAP MUAMALAH ADALAH HALAL KECUALI ADA DALIL YANG MENGHARAMKAN. Salah satu bentuk muamalah ini adalah makanan yang sekarang akan ditulis. So, kita boleh makan aaappppaaa saja tidak ada pantangan sama sekali KECUALI kalo Allah dan Rasul-Nya melarang memakan makanan itu. Artinya semua makanan yang ada di bumi ini boleh kita makan KECUALI ada dalil yang melarang. Contohnya ada dalil yang melarang kita makan babi, nah.. karena ada larangan memakan babi, maka otomatis daging babi menjadi haram, minyaknya dan semua dari babi itu haram dikonsumsi, trus minuman yang memabukkan, karena Allah melarang minum minuman yang memabukkan, maka hukum meminum minuman tersebut menjadi haram dan kita tidak boleh untuk meminumnya, pokoknya semua bentuk apapun makanan dan minuman yang Allah melarang kita untuk mengkonsumsinya, maka JANGAN kita konsumsi karena barang itu menjadi barang haram.

Sekarang balik ke pertanyaan di atas. Kalau tidak ada label halalnya, apakah kita boleh mengkonsumsinya?
Dari penjelasan di atas, makanan dan minuman itu termasuk dalam bagian muamalah dan semuanya boleh dimakan KECUALI ada larangan. Jadi sebenarnya yang SEHARUSNYA ada itu bukan label halal, tapi LABEL HARAM. Wong hukum asal semua makanan dan minuman itu halal kok, kecuali yang diharamkan aja...

Soooo kita SEHARUSNYA bebas dong makan makanan dan minuman apapun di negeri ini KECUALI MENGKONSUMSI YANG BERLABEL HARAM karena itulah makanan/minuman yang diharamkan untuk muslim. Terlebih lagi negeri kita ini negeri yang mayoritasnya muslim dan penduduk muslim terbesar di dunia. Masa kita tinggal di negeri muslim tapi kita terbatasi dengan sesuatu yang berlabel halal? harus tanya dulu "eh, ini halal gak ya?" "wah, jeruk ini gak ada label halal dari MUI nih, makannya jangan di makan...", "Hey.. jus nya gak ada label halalnya lho.. jangan asal minum aja..." Ironis sekali!!. Ok lah kalau kita tinggal di negeri kafir mah, di USA, Inggris, Prancis dll yang mayoritas di sana bukan muslim, so wajar dong kalau setiap muslim di sana berhati-hati dengan makanan mereka dan hanya mencari yang berlabel halal saja untuk dikonsumsi. Nah kitaaaa... wong kita ini tinggal di negeri mayoritas muslim kok, presidennya muslim, wapresnya muslim, pejabat-pejabat banyak yang muslim tapi kenapa kita juga dibatasi dengan makanan yang berlabel halal? bukannya seharusnya kita dibebaskan mengkonsumsi makanan dan minuman apapun di negeri ini kecuali yang berlabel haram yang Allah dan rasul-Nya haramkan? dan memang sesuai hukum asalnya juga seperti itu kan?. Memang Negeriku ini negeri yang aneh!!..

Ini buat masukan saja, barangkali ada pejabat atau pihak yang berkecimpung dalam bidang penghalalal makanan atau semacamnya nyasar ke blog ini dan kebetulan baca tulisan ini, saya hanya mau memberi masukan bahwa seharusnya yang Bapak/Ibu buat itu bukan label halal, tapi label haram karena semua makanan dan minuman itu hukum asalnya adalah halal dan baru akan menjadi haram setelah dilabel haram tentunya ya... label haram berdasarkan apa yang Allah dan Rasul-Nya haramkan. Saya sangat yakin apabila tehnik pelabelan haram ini berjalan, toko-toko atau supermarket atau suatu produk yang langsung di label haram oleh pihak yang berwenang, akan semakin sedikit konsumennya, tidak banyak berkembang dan akhirnya lama ke lama-lamaan semua produk akan menjadi produk yang halal dikonsumsi kecuali yang telah dilabeli haram saja yang mungkin hanya akan dikonsumsi oleh pihak-pihak tertentu yang tidak mempunyai batasan halal haram. Jadi teknisnya mereka para produsen tidak lagi meminta "sertifikat halal dari MUI" tapi mereka akan meminta sertifikat "tidak diharamkan" oleh MUI dan mereka harus selalu memperbaruinya setiap tahun, bagi produsen yang telah mendapatkan sertifikat "tidak diharamkan", mereka tidak diwajibkan untuk memasang sertifikat "tidak diharamkan" pada produk mereka, tetapi bagi produsen yang mendapatkan sertifiKat haram HARUS MENCANTUMKAN "sertifikat haram oleh MUI" tersebut di produk mereka. Apabila mereka tidak mau memasang sertifikat itu dalam produk-produk mereka, maka akan dikenakan sanksi seberat-beratnya sampai dengan tidak boleh beroperasinya perusahaan itu. Bila ini berjalan dengan baik, Insya Allah kita tidak akan ragu-ragu lagi dalam menyantap makanan atau meminum minuman apapun dan semua makanan dan minuman yang akan ada di Indonesia hanya yang baik-baik saja (yang halal saja), karena kita yakin apabila Allah mengharamkan sesuatu, PASTILAH ada mafsadat/keburukan di balik itu dan berbahaya bagi kita bila mengkonsumsinya. Bila ini berjalan dengan baik, berarti pula kita kembali pada hukum asal yang memang seharusnya dilaksanakan yaitu "Semua makanan dan minuman adalah halal kecuali yang Allah dan Rasul-Nya haramkan". Allah a'alam.
/>

4 komentar:

  1. Mbak tolong bahas tentang mimpi basah saat puasa donk. lagi kebingungan nih.hehehe.
    Maaf kalo permintaanya terlalu vulgar. halah'

    BalasHapus
  2. Saya setuju dengan neng aisyah bahwa sebenarnya di Indonesia yang diperlukan adalah label haram dan bukannya label halal....tidak seperti di Perancis yang kita tanyakan selalu ...halal gak?? tapi ironisnya di Indonesia hal yang sama kita tanyakan ..ada label halalnya gak?? kalo menurut saya ini karena kepentingan bisnis yang sudah mengangkangi kepentingan umat, karena dengan label haram ..kesan yang melekat adalah barang itu dosa jadi g boleh dekat2 ditambah dengan tingkat kedewasaan masyarakat kita yang sok dewasa padahal masih kanak2 hal itu akan sangat berpengaruh, karena masyarakat kita dihembus sedikit aja sudah tersulut, yang jadi masalah adalah pendewasaan umat supaya hal itu dapat berjalan dengan baik

    BalasHapus
  3. Fi, dengan adaanya postingan itu berarti utangku udah terbayar ya...hehe.

    Hmmm yup mas Bagus, aku setuju. Mereka fikir dengan adanya label haram, maka kesan yang melekat adalah barang itu dosa jadi ga boleh dekat2 dan gak akan laku karena secara mayoritas kita adalah muslim yang tidak boleh mengkonsumsi barang haram. Padahal aku yakin banget yang membuat kebijakan sertifikat halal pada saat itu -yang notabene kumpulan para ulama yang faham agama- sangat mengerti tentang hukum asal tersebut, ngelotok buanget deh di luar kepala. Tapi aneh dan sayang sekali hukum asal (hukum Allah) yang begitu sangat mulia dan membawa berkah (karena kalau itu berjalan, maka yang akan kita makan dan minum hanya yang baik-baik saja/halal saja) terkalahkan dengan kepentingan perusahaan dan aku sangat yakin sekali unsur politis sangat mendominasi di sana, Allah a’lam. Itulah kenapa negara kita kurang berkembang, salah satunya karena hukum berfihak pada kepentingan kelompok, bukan kepentingan bersama dan aturan di dalamnya juga mengesampingkan hukum asal, ups... sori, bukan mengesampingkan mungkin, lebih tepatnya membolak-balik hukum Allah. Gimana engga, aku ulang lagi:

    Hukum dasar untuk Muamalah (termasuk di dalamnya makanan) adalah:
    Semua makanan adalah halal dikomsumsi, kecuali ada dalil yang mengharamkan.

    Dirubah menjadi:
    Semua makanan adalah haram dikonsumsi, kecuali ada sertifikat halal dari MUI.

    Twing wing wing wing wing wing... kebolak gak siii?

    BalasHapus
  4. Kalau label "HARAM" sih gak ada, yang ada juga label "MENGANDUNG BABI" pada makanan kaleng maupun minyak goreng yang memang terdapat unsur babi didalamnya.

    Anjing juga Haram, tapi ngak ada tuh label makanan "MENGANDUNG ANJING" meskipun makanan tersebut berasal dari daging anjing.

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar Anda di blog ini. :)

-- Admin Dourbest2day.blogspot.com --