7.25.2008

Aku sebagai warga Jakarta (II)

Masih mengenai ajakan terhadap saudara-saudaraku khususnya di Jakarta.
Aku yakin dan sangat yakin kalau kalian pernah menyeberang jembatan penyeberangan Sutiyoso (karena di bangun pada saat pemerintahan Sutiyoso dan dibangun karena proyek busway), marilah jujur kita katakan, apa yang sering kita lihat di sana? "ludah!" itu yang sering aku jumpai. sesuatu yang menjijikan dilakukan oleh orang yang tidak punya rasa jijik!, taukah kalian apa yang dinamakan jijik? jijik adalah apabila kita meramu semua kotoran yang berasal dari semua lubang dalam tubuh kita, semua kotoran dari mulut, hidung, mata, telinga dan lain-lainnya yang ada di dalam tubuh kita, kita keluarkan dan kita jadikan satu.. kita aduk.. rata...ITULAH YANG DINAMAKAN JIJIK!!. kalian baru mendengar arti jijik saja sudah merasa jijik bukan?! Lalu apa yang sering kalian lakukan di jalan-jalan dengan meludah seenaknya di jalan raya yang tiap hari orang lalu lalang. kalian tahu kan kalau itu adalah suatu kotoran makannya kita buang? kita sendiri saja sudah jijik, kenapa harus memamerkan sesuatu yang jijik kita pada orang lain?? Memalukan!!. so, wahai Saudaraku... marilah kita "at least" berbuat sesuatu yang tidak merugikan orang lain, tidak berbuat sesuatu yang membuat orang lain tidak nyaman, apabila kita memang belum mampu untuk memberikan sesuatu yang berharga buat mereka. tapi sekali lagi "at least" kita berbuat sesuatu yang tidak mengganggu mereka. dan ludah di jalan itu, sangat sangat mengganggu.


Sudah kusinggung di tulisan terdahulu bahwa aku sering merasa malu terhadap orang asing yang datang ke Indonesia, ingiiiin sekali rasanya menutup mata mereka bila mereka melihat sesuatu yang menjijikan seperti di atas atau melihat sampah berserakan atau melihat pengemis di jalan-jalan.. ingiiinn sekali rasanya berbuat demikian demi menutup malu negeriku tercinta ini. tapi apa daya, aku seringkali hanya bisa menelan ludah.


mungkin hanya itu ajakan yang bisa aku tulis, sebenarnya masih banyak yang harus di ajak, tapi poin-poin itulah yang sangat sangat urgent untuk sekarang ini. biarlah pemerintah menjalankan tugasnya dan marilah kita berpartisipasi semampu kita demi memperbaiki citra bangsa ini. Sejujurnya, dulu aku bukanlah orang yang cinta negeri sendiri. mungkin bukan "bukan orang yang cinta negeri sendiri",tapi malu. malu menjadi warga negara Indonesia, malu menjadi warga yang pemimpinnya hanya mementingkan diri sendiri dengan korupsi di mana-mana, malu karna para pejabat banyak semena-mena memanfaatkan jabatannya, malu mempunyai banyak aset tapi dikuasai orang asing (mungkin karena kita bodoh atau mau saja dibodoh-bodohi Allah a'alam), malu karna kita hanya bisa mengekspor pembantu rumah tangga, malu karna banyak orang asing datang ke Indonesia dan meremehkan tuan rumahnya terlebih lagi orang-orang Indonesia yang ada di luar negeri sering diremehkan, direndahkan!, malu karna hukum bisa dibeli dengan uang dengan gampangnya sampai-sampai mereka tahu persis berapa yang harus mereka bayar untuk per pasalnya, malu.. malu... malu...MALU!!. itulah aku yang dulu, tapi kini, sejak aku sadar banyak yang kita punya tapi di klaim menjadi milik negara lain seperti tempe, batik (pernah aku ceritakan di di site ini dan tidak tau apa lagi nanti). dari situlah nasionalismeku mulai tumbuh, aku berfikir jika aku sebagai anak bangsa merasa malu menjadi bagian dari bangsa itu... lalu siapa yang akan peduli terhadap bangsa ini!!.. kalau semua berfikir seperti aku yang dulu... aku yakin bangsa ini sebentar lagi sudah dimiliki oleh bangsa asing. Naudzubillah minzalik.

Mengutip salah satu kalimat yang dituliskan di blog itu yaitu "Kebanyakan penduduk Jakarta belum pernah pergi ke luar negeri, sehingga mereka tidak dapat membandingkan kota Jakarta dengan Kuala Lumpur atau Singapura, Hanoi atau Bangkok . Liputan dan statistik pembanding juga jarang ditampilkan oleh media massa setempat. Meskipun bagi para wisatawan asing Jakarta merupakan NERAKA DUNIA, media massa setempat menggambarkan Jakarta sebagai kota "modern", "kosmopolitan" , dan "metropolis". Aku setuju dengan pernyataan itu kecuali NERAKA DUNIA. ya, mungkin neraka dunia bagi mereka (warga asli Indonesia) yang benar-benar tidak mampu menghidupi dirinya walaupun untuk mencari sesuap nasi, tapi tidak untuk wisatawan asing. Wisatawan asing yang datang ke Indonesia mungkin akan merasakan sesuatu yang berbeda (tidak lebih baik bila dibandingkan dengan negara maju), tapi aku sangat sangat yakin karena sering aku tanyakan langsung bila bertemu dengan wisatawan asing yang datang ke Indonesia mengenai komentar mereka tentang Indonesia (walaupun dengan bahasa inggris yang terbat-bata) hampir semua mereka merasa suka dan senang terhadap orang-orang Indonesia yang ramah, murah senyum, mau membantu dan menjawab bila dia bertanya bila tidak tahu arah tujuan dan banyak sifat lain dari bangsa ini yang mereka suka, dan itulah daya tarik kita. sekali lagi, aku tidak setuju dengan kalimat Indonesia adalah neraka dunia bagi wisatawan, kalaupun ada yang merasa demikian, itu hanyalah sebagian kecil saja.

berikut ini adalah kutipan-kutipan lain yang aku copy paste dari blog tersebut :
"Para pendatang/wisatawan seringkali terheran-heran dengan kondisi Jakarta yang tidak memiliki taman rekreasi publik. Bangkok, yang tidak dikenal sebagai kota yang ramah publik, masih memiliki beberapa taman yang menawan. Bahkan, Port Moresby, ibukota Papua Nugini, yang miskin, terkenal akan taman bermain yang besar, pantai dan jalan setapak di pinggir laut yang indah".

"Di Jakarta kita perlu biaya untuk segala sesuatu. Banyak lahan hijau diubah menjadi lapangan golf demi kepentingan orang kaya. Kawasan Monas seluas kurang lebih 1 km persegi bisa jadi merupakan satu-satunya kawasan publik di kota berpenduduk lebih dari 10 juta ini. Meskipun menyandang predikat kota maritim, Jakarta telah terpisah dari laut dengan Ancol menjadi satu-satunya lokasi rekreasi yang sebenarnya hanya berupa pantai kotor".

"Bahkan kalau mau jalan-jalan ke Ancol, satu keluarga dengan 4 orang anggota keluarga harus mengeluarkan uang Rp 40.000 untuk tiket masuk, satu hal yang tak mungkin dipikirkan di belahan lain dunia. Beberapa taman publik kecil kondisinya menyedihkan dan tidak aman".

"Sama sekali tidak ditemui tempat pejalan kaki di seluruh penjuru kota (tempat pejalan kaki yang dimaksud adalah sesuai dengan standar "internasional”). Nyaris seluruh kota-kota di dunia (kecuali beberapa kota di AS, seperti Houston dan LA) ramah terhadap pejalan kaki. Mobil seringkali tidak diperkenankan berkeliaran di pusat kota . Trotoar yang lebar merupakan sarana tr ansportasi publik jarak pendek yang paling efisien, sehat, dan ramah lingkungan di daerah yang padat penduduk".
"Di Jakarta, nyaris tidak dijumpai bangku untuk duduk dan rileks, tidak ada keran air minum gratis atau toilet umum. Ini memang remeh, tapi sangat penting, merupakan suatu detil yang menjadi simbol kehidupan perkotaan di bagian lain dunia".

"Museum di Jakarta berada dalam kondisi memprihatinkan, sama sekali tidak menawarkan eksibisi internasional. Museum tersebut terlihat seperti berasal dari zaman baheula dan tak heran kalau Belanda yang membangun kesemuanya. Tidak hanya koleksinya yang tak terawat, tapi juga ketiadaan unsur-unsur modern seperti kafe, toko cinderamata, toko buku atau perpustakaan publik. Kelihatannya manajemen museum tidak punya visi atau kreativitas. Bahkan, meskipun mereka punya visi atau kreativitas, pasti akan terkendala dengan ketiadaan dana".

"Sepertinya Jakarta tidak punya perencana kota, hanya ada pengembang swasta yang tidak punya respek atau kepedulian akan mayoritas penduduk yang miskin (mayoritas besar, tak peduli apa yang dikatakan oleh data statistik yang seringkali DIMANIPULIR pemerintah). Kota Jakarta praktis menyerahkan dirinya ke sektor swasta, yang kini nyaris mengendalikan semua hal, mulai dari perumahan hingga ke area publik".

"Anehnya, orang Jakarta diam seribu bahasa. Mereka pasrah akan kualitas udara yang jelek, terbiasa dengan pemandangan pengemis di perempatan jalan, dengan kampung kumuh di bawah jalan layang dan di pinggir sungai yang kotor dan penuh limbah beracun, dengan kemacetan berjam-jam, dengan banjir dan tikus".

"Kalau saja ada sedikit harapan, kebenaran pasti akan terucap, dan semakin cepat semakin baik. Hanya diagnosis kejam dan realistis yang bisa mengarah pada obat. Betapapun pahitnya kebenaran, tetap saja lebih baik ketimbang dusta dan penipuan. Jakarta telah tertinggal jauh dibelakang ibukota lain negara tetangga dalam hal estetika, pemukiman, kebudayaan, transportasi, dan kualitas dan higiene makanan. Sekarang Jakarta telah kehilangan kebanggaan dan mesti belajar dari Kualalumpur, Singapura, Brisbane, dan bahkan dalam beberapa hal dari tetangganya yang lebih miskin seperti Port Moresby, Manila, dan Hanoi".

Semua kutipan-kutipan di atas adalah PR bagi pemerintah kita, dan juga KITA! dan seharusnya kita bisa!!. Oleh karena itu wahai saudara-saudaraku, marilah kita berbuat apa yang terbaik untuk bangsa ini, sudah bangsa ini diinjak, janganlah kita bantu untuk lebih diinjak-injak lagi. ayolah kita bersama-sama peduli, kalau pun kita belum bisa peduli, atleast kita berusaha bertanggung jawab dengan apa yang kita perbuat dan tidak membuat orang lain tidak nyaman (misal meludah sembarangan). kalau bukan sekarang? kapan lagi? ayolah lakukan yang terbaikmu hari ini, insya Allah, Allah akan memberikanmu yang terbaik di kemudian hari. DO YOUR BEST TODAY!.

/>

2 komentar:

  1. Yup, bener banget. Saya setuju dengan tulisan kamu. Saya sebetulnya ga sering sering banget jalan ke Jakarta. Tapi yang jelas, apa yang kamu alamai, juga pernah saya saksiksan. Seperti penyebrangan di Gatot SUbroto antara BKPM dan Jamsostek. Nasionalisme memang sepertinya sedang di lupakan oleh sebagian warga kita. Makasih ya.

    BalasHapus
  2. yup, kamu benar dan yang sekarang kita butuhkan adalah kesadaran dari masing-masing kita untuk melakukan yang terbaik semampu kita untuk bangsa ini, meskipun itu kecil. anyway, thanks atas comment-nya.

    BalasHapus

Terima kasih atas komentar Anda di blog ini. :)

-- Admin Dourbest2day.blogspot.com --